RahmahSukGeunAstuti

RahmahSukGeunAstuti

Sabtu, 27 Desember 2014

TUGAS 3 MONOPOLI (ETIKA BISNIS)



PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN PASAR YANG TIDAK SEHAT OLEH PELAKU–PELAKU PASAR TERHADAP BARANG DAN JASA

ABSTRAK

RAHMAH DWI ASTUTI, 15211769, 4EA22
Kata Kunci : PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN PASAR YANG TIDAK SEHAT
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui praktek monopoli dan persaingan pasar tidak sempurna. Secara umum Monopoli sendiri adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu perusahaan saja. Dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti yang sangat dekat. Disamping itu perlindungan konsumen terhadap persaingan pasar tidak sempurna sangat dibutuhkan, tujuan perlindungan terhadap konsumen adalah untuk Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa, Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen, Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi, Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  latar Belakang Masalah
Struktur pasar yang sangat bertentangan ciri-cirinya dengan persaingan sempurna adalah Pasar Monopoli. Monopoli sendiri adalah suatu bentuk pasar dimana hanya terdapat satu perusahaan saja. Dan perusahaan ini menghasilkan barang yang tidak mempunyai barang pengganti yang sangat dekat. Biasanya keuntungan yang dinikmati oleh perusahaan monopoli adalah keuntungan meliebihi moral dan ini diperoleh karena terdapat hambatan yang sangat tangguh yang dihadapi perusahaan-perusahaan lain untuk memasuki industry tersebut. Dalam hal ini maka akan dibahas mengenai “PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN PASAR YANG TIDAK SEHAT OLEH PELAKU–PELAKU PASAR TERHADAP BARANG DAN JASA”.

1.2  Rumusan Masalah
Bagaimana praktek monopoli dan persaingan pasar yang tidak sehat oleh pelaku-pelaku pasar terhadap barang dan jasa dilihat dari sisi perusahaan dan hak-hak konsumen ?

1.3  Batasan Masalah
Dalam hal ini penulis hanya membahas mengenai praktek monopoli dan persaingan pasar yang tidak sehat oleh pelaku-pelaku pasar terhadap barang dan jasa dari sisi perusahaan dan hak –hak konsumen.

1.4  Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui mengenai praktek monopoli dan persaingan pasar yang tidak sehat yang dilihat dari sisi perusahaan dan hak-hak konsumen.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  PENGERTIAN MONOPOLI
·         Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha.
·         Menurut UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama, melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan  usaha dalam bidang ekonomi.
·         Menurut UU No. 5 Tahun 1999 persaingan tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

2.2  CIRI-CIRI PASAR MONOPOLI
Ciri – ciri pasar monopoli adalah sebagai berikut :
1.      Pasar monopoli adalah industry satu perusahaan
2.      Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip
3.      Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk ke dalam industri
4.      Dapat mempengaruhi penentuan harga
5.      Promosi iklan kurang diperlukan

2.3  FAKTOR-FAKTOR YANG MENIMBULKAN MONOPOLI
Terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan wudujnya pasar (perusahaan) monopoli. Ketiga faktor tersebut adalah :
1.      Perusahaan monopoli mempunyai suatu sumber daya tertentu yang unik dan tidak dimiliki oleh perusahan lain.
2.      Perusahaan monopoli pada umumnya dapat menikmati skala ekonomi (economies of scale) hingga ke tingkat produksi yang sangat tinggi.
3.      Monopoli wujud dan berkembang melalui undang-undang, yaitu pemerintah member hak monopoli kepada perusahaan tersebut.

2.4  ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

a.       Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
b.      Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
c.       Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
d.      Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
e.       Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.      Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2.4.1        Pengertian konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 1 butir 2 : “ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Menurut Hornby ,“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada penulisan ini penulis hanya mencari informasi yang ada dari sumber-sumber internet dan buku untuk mengetahui praktek monopoli dan persaingan pasar yang tidak sehat oleh pelaku-pelaku pasar terhadap barang dan jasa dilihat dari sisi perusahaan dan hak-hak konsumen. Agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Penulisan ini menggunakan data sekunder, dimana data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber yang telah ada.



BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu (Arie Siswanto:2002).
Disamping itu, ada juga yang mengartikan kepada tindakan monopoli sebagai suatu keistimewaan atau keuntungan khusus yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang atau perusahaan, yang merupakan hak atau kekuasaan yang eksklusif untuk menjalankan bisnis atau mengontrol penjualan terhadap seluruh suplai barang tertentu . Struktur monopoli sering pula dibedakan atas monopoli alamiah dan non alamiah. Monopoli alamiah antara lain dalam memproduksi air minum, gas, listrik dan lainnya sedangkan monopoli non alamiah yang merupakan monopoli berasal dari struktur oligopoli yang kolusif sehingga mendapatkan tempat yang kurang baik , akan tetapi bukan berarti yang alamih juga dapat melepaskan diri dari citra yang kurang baik di pihak lain (Nurimansyah Hasibuan :1993).

4.1.1 Ruang Lingkup Hukum Monopoli dan Persaingan tidak Sehat
Dalam Undang-undang Fair Trading di Inggris tahun 1973, istilah Monopoli diartikan sebagai keadaan di mana sebuah perusahaan atau sekelompok perusahaan menguasai sekurang- kurangnya 25 % penjualan atau pembelian dari produk-produk yang ditentukan . Sementara dalam Undang-Undang Anti Monopoli Indonesia , suatu monopoli dan monopsoni terjadi jika terdapatnya penguasaan pangsa pasar lebih dari 50 % (lima puluh persen ) (pasal 17 ayat (2) juncto pasal 18 ayat (2) ) Undang-undang no 5 Tahun 1999.
Dalam pasal 17 ayat (1) Undang- undang Anti Monopoli dikatakan bahwa “pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat”, sedangkan dalam pasal 17 ayat (2) dikatakan bahwa “pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;atau
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha
    barang dan atau jasa yang sama;atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha mengusasai lebih dari 50 %
   (lima puluh persen ) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

4.2 Sejarah Hukum Anti Monopoli di Indonesia
Dimasa orde baru Soeharto misalnya, di masa itu sangat banyak terjadi monopoli, oligopoly dan perbuatan lain yang menjurus kepada persaingan curang. Misalnya monopoli tepung terigu, cengkeh, jeruk, pengedaran film dan masih banyak lagi. Bahkan dapat dikatakan bahwa keberhasilan beberapa konglomerat besar di Indonesia juga bermula dari tindakan monopoli dan persaingan curang lainnya, yang dibiarkan saja bahkan didorong oleh pemerintah kala itu.
Karena itu tidak mengherankan jika cukup banyak para praktisi maupun teoritisi hukum dan ekonomi kala itu yang menyerukan agar segera dibuat sebuah Undang-undang Anti Monopoli. Namun sampai dengan lengsernya Mantan Presiden Soeharto, dimana baru dimasa reformasi tersebut diundangkan sebuah undang-undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999. Memang sebelum lahirnya Undang-undang anti monopoli secara sangat minim dalam beberapa undang-undang telah diatur tentang monopoli atau persaingan curang ini sangat tidak memadai, ternyata tidak popular dimasyarakat dan tidak pernah diterapkan dalam kenyataannya.

4.3 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1.      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.      hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1.      beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.      memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.      memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.      memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

4.4 Hak dan Kewajiban Konsumen
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pelaku usaha tentu sangat memahami mengenai barang/jasanya. Sedangkan di sisi yang lain, konsumen sama sekali tidak memahami apa saja proses yang dilakukan oleh pelaku usaha guna menyediakan barang/jasa yang dikonsumsinya. Sehingga posisi konsumen lebih lemah dibanding pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa yang patut bagi konsumen. Patut berarti tidak memihak kepada salah satu pihak dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

·         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Sudah disebutkan sebelumnya bahwa posisi konsumen lebih lemah dibanding posisi pelaku usaha. Untuk itu pelaku usaha harus memberikan pembinaan dan pendidikan yang baik dan benar kepada konsumen. Pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai bagaimana cara mengkonsumsi yang bermanfaat bagi konsumen, bukannya berupaya untuk mengeksploitasi konsumen.

·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama. Pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya, tanpa memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan, maupun status sosial. Lalu bagaimana dengan perbedaan kelas bisnis dan ekonomi pada maskapai penerbangan? Atau adanya nasabah prioritas pada bank? Apakah ini merupakan bentuk diskriminasi karena kekayaan? Menurut saya hal ini bukan diskriminasi. Adanya kelas bisnis atau nasabah prioritas didasarkan pada hubungan kontraktual. Sebelumnya sudah ada perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha. Kalau bayar sedikit, fasilitasnya seperti ini, kalau nambah uang, fasilitasnya ditambah.

·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Inilah inti dari hukum perlindungan konsumen. Bagaimana konsumen yang dirugikan karena mengkonsumsi barang/jasa memperoleh kompensasi, ganti rugi, atau penggantian. Sebenarnya tujuan dari pemberian kompensasi, ganti rugi, atau penggantian adalah untuk mengembalikan keadaan konsumen ke keadaan semula, seolah-olah peristiwa yang merugikan konsumen itu tidak terjadi.

·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Hak konsumen sebenarnya sangat banyak dan bisa terus bertambah. Adanya ketentuan ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak konsumen yang tidak diatur pada ketentuan diatas.

Ada hak tentu ada kewajiban. Kewajiban konsumen menurut Pasal 5 UU PK adalah:
1.      Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku usaha.
2.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak langsung si konsumen telah merampas hak-hak orang lain.
3.      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang.
4.      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  Kesimpulan
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.

5.2  Saran
Di dalam praktek monopoli dan pasar yang tidak sempurna dapat diharapkan untuk lebih melihat hak dan kewaijab bagi pelaku usaha serta hak dan kewajiban bagi konsumen. Karena hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus di penuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha. Selain itu pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, Pelaku bisnis hendaknya menciptakan persaingan bisnis yang sehat dan, Pelaku bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang


DAFTAR PUSTAKA

Sukirno, S. (2012). Mikro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta: Rajawali Pers.
https://chiewie12.wordpress.com/2011/05/14/bab-10-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...