RahmahSukGeunAstuti

RahmahSukGeunAstuti

Minggu, 28 Desember 2014

TUGAS KE 4 MORALITAS KORUPTOR (ETIKA BISNIS)



MORALITAS KORUPTOR


ABSTRAK

RAHMAH DWI ASTUTI, 15211769, 4EA22
KATA KUNCI :
Didalam kehidupan sosial, manusia dihadapkan pada norma-norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Tidak seenaknya saja melakukan perbuatan yang melanggar norma atau aturan yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu, manusia harus mempunyai apa yang disebut moral. Moral menekankan manusia untuk bisa mmbedakan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Manusia memang harus mempunyai moral dalam kehidupan sehari-harinya, bayangkan jika seorang manusia tidak mempunyai moral. Dia akan dianggap buruk oleh masyarakat. Pada penulisan kali ini, penulis membicarakan tentang moral seorang koruptor. Koruptor yang biasa disebut orang yang melakukan tindak pidana korupsi, merupakan salah satu contoh bagaimana moralitas itu sangat penting. Orang yang tidak mempunyai moral, tidak akan mudah melakukan hal seperti itu.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Moral adalah kaidah mengenai apa yang baik dan buruk. Sesuatu yang baik kemudian diberi label “bermoral.” Sebaliknya, tindakan yang bertentangan dengan kebaikan lantas dikategorikan sebagai sesuatu yang jahat, buruk, atau tidak bermoral
Semua orang sepakat bahwa manusia adalah makhluk yang istimewa, unik, dan berbeda dengan aneka ciptaan Tuhan yang lain. Keunikan tersebut menjadi faktor pembeda yang tegas antara manusia dan makhluk yang lain. Lalu apa yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Tentu akal budinya.
      Akal budi inilah yang memampukan manusia untuk membedakan apa yang baik dan yang buruk. Dengan demikian manusia tidak tunduk pada insting belaka. Aneka nafsu, hasrat, dan dorongan alamiah apapun diletakkan secara harmonis di bawah kendali budi.
Dari sini kemudian manusia menggagas hidupnya secara lebih bermartabat dan terhormat. Manusia kemudian punya kecenderungan alamiah untuk mengarahkan hidupnya kepada kebaikan dan menolak keburukan. Apa saja yang baik, itulah yang dikejar dan diusahakan. Hidup sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya kemudian digagas untuk menggapai kebaikan. Maka dalam latar belakang diatas penulis akan menulis tentang “MORALITAS KORUPTOR”.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah maka dapat disusun pertanyaan yang hendak diteliti adalah sebagai berikut :
1.      Mengapa korupsi bisa terjadi ?
2.      Bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ?
3.      Siapa yang harus bertanggung jawab ?

1.3  Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian mencakup tentang moralitas dan juga korupsi.

1.4  Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian kali ini bertujuan untuk mencari tahu mengapa korupsi bisa terjadi ? bagaimana dampaknya bagi kegiatan bisnis ? dan siapa yang harus bertanggung jawab ? 

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Moralitas
Moralitas berasal dari kata dasar “moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain; akhlak budi pekerti; dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani; bersemangat; bergairah; berdisiplin dan sebagainya.
Moralitas yang secara leksikal dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat. Secara terminologi moralitas diartikan oleh berbagai tokoh dan aliran-aliran yang memiliki sudut pandang yang berbeda:
Franz Magnis Suseno menguraikan moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau sebuah masyarakat. Menurutnya, moralitas adalah sikap hati yang terungkap dalam perbuatan lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari hati), moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan ia mencari keuntungan. Moralitas sebagai sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
W. Poespoprodjo, moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk atau dengan kata lain moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Immanuel Kant, mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut hal baik dan buruk, yang dalam bahasa Kant, apa yang baik pada diri sendiri, yang baik pada tiap pembatasan sama sekali. Kebaikan moral adalah yang baik dari segala segi, tanpa pembatasan, jadi yang baik bukan hanya dari beberapa segi, melainkan baik begitu saja atau baik secara mutlak.
Emile Durkheim mengatakan, moralitas adalah suatu sistem kaidah atau norma mengenai kaidah yang menentukan tingka laku kita. Kaidah-kaidah tersebut menyatakan bagaimana kita harus bertindak pada situasi tertentu. Dan bertindak secara tepat tidak lain adalah taat secara tepat terhadap kaidah yang telah ditetapkan.
Dari pengertian tersebut, disimpulkan bahwa moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
2.2  Pengertian Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
2.3 Dampak Negatif Korupsi
·         Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
·         Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunanekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
2.4 Kesejahteraan Umum Negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1    Metode Penelitian

Metode penelitian ini menacari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan dan tujuan masalah. Data yang digunakan penulisan ini menggunakan data sekunder. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.



BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Mengapa Korupsi Bisa Terjadi
Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab korupsi yang biasanya terjadi :
1.              Penegakan hukum tidak konsisten : penegakan huku hanya sebagai make-up politik, bersifat sementara dan sellalu berubah tiap pergantian pemerintahan.
2.              Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak menggunakan kesempatan.
3.              Langkanya lingkungan yang antikorup : sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas.
4.              Rendahnya pndapatan penyelenggaraan negara. Pedapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
5.              Kemiskinan, keserakahan : masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6.              Budaya member upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7.              Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
8.              Budaya permisif/serba membolehkan; tidakmau tahu : menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak perduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi.
9.              Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis Suseno  bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz, sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya. Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk baik bagi dirinya maupun orang lain. (indopos.co.id, 27 Sept 2005)
4.2 Bagaimana Dampaknya Bagi Kegiatan Bisnis
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.
4.3 Siapa Yang Harus Bertanggung Jawab
Sesuai Keppres 31 Tahun 1983, BPKP telah memangku tugas pokok: mempersiapkan perumusan kebijaksanaan pengawasan keuangan dan pengawasan pembangunan, menyelenggarakan pengawasan umum dalam penggunaan dan pengurusan keuangan, menyelenggarakan pengawasan pembangunan. Pelaksanaan tugas pokok tersebut terjabarkan dalam 16 (enambelas) fungsi, yang salah satunya adalah: “melaksanakan pengawasan khusus terhadap kasus-kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan dan kasus-kasus yang diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang merugikan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.” Ke-15 (limabelas) fungsi lainnya adalah dalam rangka pengawasan dalam perbaikan manajemen. Untuk melaksanakan pemeriksaan khusus, BPKP memperoleh masukan sebagai dasar pendalaman dari pengaduan masyarakat dan pengembangan dari hasil pemeriksaan.
Menurut kamus Bahasa Indonesia, korupsi adalah perbuatan busuk, penyelewengan, penggelapan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan UU Nomor 3 Tahun 1999, unsur-unsur korupsi adalah: dilakukan oleh orang atau badan, adanya perbuatan melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau badan, dan dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam kehidupan sehari-hari, praktik tindak pidana korupsi sendiri sebenarnya juga seringkali tidak disadari oleh pelaku.
Dalam praktik pemeriksaan, seringkali diketemukan penyimpangan, tetapi kebanyakan berbenturan dengan kenyataan bahwa kesimpulan hasil pemeriksaan harus berhadapan dengan bukti yang diperlukan, sementara bukti yang dimiliki telah memenuhi unsur bukti, dan hasil konfirmasi dari yang menerbitkan bukti adalah benar, dan hasil analisis bukan merupakan bukti, maka apa yang anggapan pemeriksa bahwa telah terjadi penyimpangan seringkali menjadi tidak mampu diungkapkan. Masalah-masalah kecil tapi mendasar sebagaimana diungkapkan di atas adalah salah satu alasan mengapa pemeriksaan seringkali gagal mengungkap tindak pidana korupsi. Kegagalan dimaksud juga bukan lantaran semata ketidaksungguhan aparat, melainkan karena adanya kecenderungan masyarakat umum secara tidak sadar dan sadar tidak mendukung secara riil upaya menghilangkan korupsi dari negara tercinta ini. Jika budaya tertib masyarakat telah tercipta, bisalah diharapkan efektivitas pemberantasan korupsi. Dengan demikian, diperlukan keikutsertaan seluruh komponen bangsa, untuk memulai dari yang kecil-kecil, sehingga tercipta sebuah iklim kondusif untuk mengenyahkan tindak pidana korupsi yang besar-besar, yang seringkali tidak terjamah oleh kepastian hukum.



BAB V
KESIMPULAN

5.1Kesimpulan
     Berdasarkan penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa moralitas dapat menjadi tolak ukur bagi manusia untuk mebedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Banyak sekali faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi, dari faktor tersebut lagi lagi adalah hokum yang merupakan salah satu keadilan bagi rakyat tidak bisa berbuat apa apa untuk para koruptor, dan mungkin itu salah satu juga yang menjadi surga bagi para koruptor untuk melakukan kegiatan korupsinya, semakin lemah kekuatan hukumnya semakin besar celah korupsi bagi para koruptor.
5.2 Saran
Tanamkanlah sikap disiplin dan juga pendidikan agama yang baik sejak dini, itu merupakan modal awal manusia untuk bisa mencegah segala perbuatan korupsi yang dapat merugikan Negara. Dan juga menguatkan kekuatan hukum bagi pelaku korupsi, seperti hukuman mati agar para koruptor merasa takut dengan hukuman tersebut dan mungkin dapat sedikit mengurangi tingkat korupsi di Negara ini.



DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/COMPAQ/Downloads/Moralitas%20Koruptor%20~%20Eri%20Cahyo%20Nugroho.htm




















Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...